Rabu, 13 Maret 2013

Wartawan masuk Sekolah

Kedatangan wartawan ke sekolah memang bisa dilatarbelakangi berbagai macam kondisi, baik yang berkaitan langsung dengan sekolah bersangkutan maupun yang tidak berkaitan secara langsung. Dari mulai prestasi yang diraih oleh para siswa atau gurunya sampai kasus-kasus tertentu yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan proses pendidikan di sana. Bahkan kedatangan wartawan ke sekolah pun ternyata bisa juga disebabkan karena secara khusus diajak seseorang untuk “mengintimidasi” pihak sekolah.

Namun hal tersebut tidak terlihat ketika dua orang wartawan dari majalah " GLOBAL " menyambangi sekolah kami. Mereka datang dengan begitu ramahnya dengan tujuan untuk memperoleh berita tentang perkembangan kegiatan sekolah dan perkembangan pembangunan sekolah. Kesan yang mereka dapatkan     " wah, sudah banyak sekali perubahan, dulu ketika kami kesini belum seperti ini ( red : ruang kelas, halaman dll dengan tampilan baru) " kata wartawan tersebut memberikan apresiasi terhadap sekolah kami.

Wartawan masuk sekolah memang sedikit banyak membantu sekolah dalam mempublikasikan perkembangan sekolah kepada masyarakat. Oleh karena itu, sekolah berharap agar pers di Indonesia turut membantu pemerintah khususnya dalam memajukan dan peningkatan mutu pendidikan di negeri ini yang semakin merosot.

Memang fenomena yang berkembang di masyarakat dan juga instansi pemerintah,  berurusan dengan wartawan adalah berurusan dengan sesuatu yang dari satu bisa berkembang menjadi lebih dari satu bahkan sampai beribu-ribu. Karena diwartakan, karena diberitakan. Pemberitaannya bisa berkualitas obyektif bisa juga subyektif, sangat relatif mengingat setiap orang yang menerima berita dan kemudian memberitakannya memiliki tingkat interpretasi dan tingkat keterampilan berkomunikasi yang beraneka ragam. Belum lagi jika ada macam-macam kepentingan sudah ikut campur tangan. Oleh sebab itu, tidak jarang ketika sebuah pemberitaan telah beredar di masyarakat, pihak sumber berita yang diberitakan oleh sang wartawan tidak mau mengakui dan menolak pemberitaan tersebut. “Dulu ketika wawancara, saya tidak mengatakan seperti itu kok “. atau ,” Lho, perkataan saya itu masih ada lanjutannya, kok yang dimuat hanya sebagian saja”. Demikian ungkapan-ungkapan itu biasanya muncul sebagai bentuk penolakan.

Terlepas dari itu semua, untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan pemberitaan yang tidak sesuai dengan realitas obyektif  ketika data-data bahan berita itu dihimpun, ada baiknya jika pihak sekolah selalu menyiapkan media dokumentasi audio-visual seperti handycam, atau peralatan serupa untuk merekam peristiwa-peristiwa penting sekolah termasuk di antaranya saat kepala sekolah diwawancarai wartawan. Jadi jika ada ketidaksesuaian pemberitaan, maka keberatan bisa diajukan secara resmi dengan didukung rekaman itu sebagai bukti. Saat ini banyak sekali wartawan-wartawan yang jujur dan berusaha senantiasa obyektif dalam pemberitaan, citranya menjadi tercemar oleh para wartawan “aspal” yang tidak bertanggungjawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar